
Sejarah telah mencatat gambaran keindahan akhlak
orang-orang shalih yang menjadi teladan bagi orang yang hidup
setelahnya. Mencermati kehidupan mereka membuat hati yang keras dan
gersang menjadi basah dan subur dengan keimanan.
Salah satu catatan sejarah yang indah, adalah kehidupan khalifah
kedua setelah Abu Bakar ash-Shidiq, yang memiliki keberanian dalam
kebenaran, keadilan, sifat tawadhu, kasih sayang terhadap orang miskin.
Itulah
Amirul Mukminin Abu Hafs Umar bin Khaththab bin
Nufail. Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah di Kaab bin Luay. Beliau
dijuluki dengan al-Faruq, karena beliau masuk Islam di Makkah, maka
Allah memisahkan antara kekafiran dan keimanan. Umar bin al-Khaththab
lahir sekitar 13 tahun setelah tahun gajah atau tahun kelahiran
Rasulullah.
Umar Di Masa Jahiliyah
Umar tumbuh dalam kehidupan yang keras dan tegas yang diwariskan
oleh ayah beliau al-Khaththab, dan beliau diharuskan untuk mengembala
unta. Umar tidak hidup dalam kemewahan dan kekayaan, tetapi beliau
mengembala unta milik bibi-bibi beliau dari bani Makhzum.
Setelah beranjak dewasa, Umar mulai menyibukkan diri dengan
berdagang. Beliau berdagang ke negeri Syam ketika musim panas, dan
mengalihkan perdagangannya ke negeri Yaman saat musim dingin.
Perdagangan inilah yang menjadikan dia sebagai salah satu orang terkaya
di Makkah, sehingga beliau menempati kedudukan yang mulia di masyarakat
pada saat itu.
Kisah Keislaman Umar
Diriwayatkan oleh Imam Ibnul Jauzi dengan sanad tersambung sampai ke
Anas bin Malik, beliau berkata, “Suatu hari Umar berjalan dengan pedang
di pundaknya. Di tengah perjalanan Umar bertemu dengan seorang
laki-laki dari bani Zuhrah. Laki-laki tersebut berkata, ‘Hendak kemana
engkau wahai Umar?’ Umar menjawab, ‘Aku ingin membunuh Muhammad’, lelaki
itu berkata, ‘Bagaimana engkau akan aman dari bani Hasyim dan bani
Zuhrah ketika engkau telah membunuh Muhammad?’ Umar kemudian berkata,
‘Aku tidak melihatmu kecuali kamu telah masuk Islam dan meninggalkan
agamamu yang dulu’. Laki-laki itu berkata, ‘Maukah aku tunjukan sesuatu
yang lebih mengherankan bagimu wahai Umar? Sesungguhnya adik dan saudara
iparmu telah masuk Islam dan meninggalkan agama yang engkau ada di
dalamnya,’ maka Umar berjalan dengan marah mendatangi mereka berdua.
Ketika Umar datang, keduanya bersama seorang muhajirin yang bernama
Khabab sedang membaca al-Qur’an surat Thaha. Khabab mendengar suara Umar
dan dia pun bersembunyi. Umar masuk seraya berkata, “Suara apa yang
aku dengar dari kalian tadi?”
Mereka berdua menjawab, ‘tidak ada apa-apa, kami hanya sedang
membicarakan perselisihan di antara kami’ Umar berkata, ‘Aku mengetahui
bahwa kalian berdua telah masuk Islam’. Berkatalah saudara iparnya,
‘Bagaimana pendapatmu jika kebenaran berada pada selain agamamu?’
Seketika itu Umar meloncat dan menginjak dengan keras iparnya itu dan
saudara perempuan beliau berusaha untuk menghalangi tetapi Umar yang
terus menginjak suaminya, Umar pun memukul saudarinya hingga
mengeluarkan darah. Saudarinya berkata dengan keras dan marah, ‘wahai
Umar bagaimana jika kebenaran berada pada selain agamamu? Aku bersaksi
bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.’ Melihat yang demikian
Umar berkata, ‘Berikan kitab yang ada pada kalian agar aku bisa
membacanya’. Saudarinya berkata, ‘Engkau masih najis, sesungguhnya tidak
boleh menyentuhnya kecuali yang suci, silakan engkau mandi dan
berwudhu. Maka Umar berdiri dan melakukan apa yang diperintahkan oleh
saudarinya itu, setelah itu ia mengambil al-Quran dan membaca surat
Thaha hingga sampai pada ayat,
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14)
Umar Berkata, ‘Tunjukan kepadaku dimana Muhammad.’ Ketika mendengar
Umar berkata demikian, keluarlah Khabab dari persembunyiannya dan
berkata, ‘Bergembiralah wahai Umar, sesungguhnya aku berharap yang
dimaksud dalam doa Rasulullah adalah engkau pada saat Rasulullah berdoa,
اللَّهُمَّ أَعِزَ الإِسْلاَمَ بِعُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ أَوْ بِعَمْرُو بنِ هِشَام
“Ya Allah muliakanlah Islam dengan Umar bin Khaththab atau dengan Amru bin Hisyam (Abu Jahal)” (HR. Thabrani dalam Mu’jamul Awsath, no. 1860)
Maka Umar menuju tempat Rasulullah. Di pintu terdapat Hamzah dan
Thalhah dan beberapa sahabat Nabi. Seketika itu para sahabat merasa
takut. Melihat demikian Hamzah berkata, ‘Iya itu Umar, kalau seandainya
Allah menghendaki kebaikan padanya maka dia akan masuk Islam dan
mengikuti Nabi, jika Allah menghendaki selain itu, maka akan kita bunuh
dengan mudah.” Saat itu Nabi di dalam sedang menerima wahyu, maka
keluarlah Rasulullah menemui Umar dan berkata,
اللَّهُمَّ هَذَا عُمَرُ بنُ الخَطَّابِ ، اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ بِعُمَرَ بنِ الخَطَّابِ
“Ya Allah, ini Umar bin al-Khaththab, ya Allah muliakanlah Islam dengan Umar bin al-Khaththab”
Umar pun berkata, ‘Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah,’ Semenjak saat itu Umar masuk Islam.
Keutamaan Umar bin Khatthab
Banyak sekali keutamaan Umar bin Khaththab yang disebutkan oleh para
ulama. Ini tentu menunjukkan keutamaan beliau di mata ulama. Di antara
keutamaan beliau adalah:
1. Telah Dibangun Istananya di Surga
Dari Jabir bin Abdillah berkata, telah bersabda Rasulullah,
دَخَلْتُ الْجَنَّةَ فَإِذَا أَنَا بِقَصْرٍ مِنْ ذَهَبٍ فَقُلْتُ
لِمَنْ هَذَا فَقَالُوا لِرَجُلٍ مِنْ قُرَيْشٍ فَمَا مَنَعَنِي أَنْ
أَدْخُلَهُ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِلَّا مَا أَعْلَمُ مِنْ غَيْرَتِكَ
قَالَ وَعَلَيْكَ أَغَارُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Saya pernah masuk Surga, tiba-tiba saya berada di dekat
sebuah istana emas, saya bertanya, ‘Milik siapa istana ini?’ Mereka
menjawab, ‘Milik seseorang dari Quraisy (Umar bin al-Khaththab)’.” “Maka
tidak ada yang menghalangiku untuk memasukinya wahai Ibnu al-Khaththab,
kecuali karena aku mengetahui dari kecemburuanmu.” Umar mengatakan,
“Apakah kepadamu aku cemburu wahai Rasulullah?” (H.R. al-Bukhari, no. 7024)
2. Allah Menurunkan Ayat Al-Qur’an Karenanya
Dari Anas bin Malik, bahwa Umar berkata,
وَافَقْتُ رَبِّي فِي ثَلَاثٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ لَوِ
اتَّخَذْنَا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى فَنَزَلَتْ [وَاتَّخِذُوا
مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى] وَآيَةُ الْحِجَابِ قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللهِ لَوْ أَمَرْتَ نِسَاءَكَ أَنْ يَحْتَجِبْنَ فَإِنَّهُ
يُكَلِّمُهُنَّ الْبَرُّ وَالْفَاجِرُ فَنَزَلَتْ آيَةُ الْحِجَابِ
وَاجْتَمَعَ نِسَاءُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
الْغَيْرَةِ عَلَيْهِ فَقُلْتُ لَهُنَّ [عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ
أَنْ يُبَدِّلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ] فَنَزَلَتْ هَذِهِ
الْآيَةُ
“Rabb-ku telah membenarkanku dalam tiga hal;
1. Aku (’Umar) berkata, ”Wahai Rasulullah, seandainya kita jadikan
sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Maka turunlah ayat,
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat” (QS. al-Baqarah: 125)
2. Dan ayat tentang hijab. Aku berkata: “Wahai Rasulullah,
seandainya engkau perintahkan istri-istrimu untuk berhijab, karena
sesungguhnya yang mengajak berbicara mereka ada orang yang baik ataupun
orang yang buruk/jahat. Turunlah ayat hijab,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.” (QS. al-Ahzab: 53)
3. Dan ketika para istri Nabi berkumpul karena rasa cemburu terhadap beliau, maka aku katakan pada mereka,
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبَدِّلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ
“Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu” (QS. at-Tahrim: 5)
Maka turunlah ayat ini. (HR. al-Bukhari, no. 402 dan Muslim, no. 2399)
Cukuplah dua contoh ini menggambarkan keutamaan beliau, meskipun
keutamaan beliau tak terhitung bahkan beliau senantiasa dipuji kawan dan
lawan.
Wafatnya beliau
Setelah sekitar 10 tahun 7 bulan Umar bin Khaththab menjadi khalifah
kedua setelah Abu Bakar ash-Shiddiq, Allah berkehendak untuk
memanggilnya. Tepatnya pada tahun 23 Hijriyah beliau wafat. Beliau wafat
karena ditikam oleh seorang budak yang beragama Majusi bernama Abu
Lu’lu’ah –semoga Allah melaknatnya- pada waktu Umar tengah mengimami
shalat Shubuh. Dengan kematiannya ini, maka sesungguhnya Allah telah
mengabulkan doa Umar. Umar pernah berdoa,
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Ya Allah, karuniakanlah kepadaku syahadah (mati syahid) di jalan-Mu, dan jadikanlah kematianku di negeri Rasul-Mu” (HR. al-Bukhari, no. 1890)