Rabu, 30 Mei 2012

Animasi Gadis Muslim Berjilbab Cantik


Pelangi Indiee Gallery Gambar Kartun Muslimah Muslimah Berjilbab 1
Muslimah Cantik Dengan Berjilbab Nini Si Pelupa Koleksi Muslimah Cantik Dengan
Gambar Cewek Sholihah Berjilbab Koleksi Gambar Gambar Cewek Muslimah
Tetep Cantik Dengan Jilbab Menata Mendengar Kata Cantik Yang
Kartun Muslimah Cantik Dengan Berjilbab Nini Si Pelupa Kartun Muslimah Cantik Dengan 1
Karikatur Wanita Berjilbab Andinary Karikatur Wanita Berjilbab
Queen Bee Ketika Para Gadis Muslimah Belajar Dari Kisah Gadis Gadis Kaum Muslimah
Hijab Dan Cadar Bagi Wanita Muslimah Hijab Dan Cadar Bagi Wanita

Moscow, Kota Besar Islam di Masa Depan


MOSCOW- Bagi kalangan imigran negara-negara bekas pecahan Uni Soviet, Moscow menawarkan harapan kehidupan yang lebih baik.
Untuk Moscow, kedatangan mereka yang sebagian besar merupakan Muslim, menjadikan ibukota negeri Beruang Merah ini sebagai salah satu kota besar Muslim di masa depan. Saat ini, lebih dari dua juta umat Islam menetap di kota terbesar di Rusia ini. Mereka tinggal dan bekerja di Moscow.
Pada saat shalat Jumat tiba, praktis jalan-jalan utama di pusat kota mendadak macet. Puluhan ribu Muslim tumpah ruah di jalan-jalan tersebut. Bagi warga Moscow yang sudah terbiasa tentu maklum meski tak sedikit yang mengumpat.
“Jumlah kami terlalu besar. Beruntung ada masjid di kota ini. Meski sebenarnya masjid yang ada tidaklah siap menampung jutaan Muslim secara tiba-tiba,” ungkap Ulugbek, seorang warga Moscow, seperti dikutip britishbusinessfinder.com, Kamis (22/3).
Anggota kelompok nasionalis Russovet, Yuri Gorsky, menilai kedatangan para imigran yang kebetulan Muslim merupakan dampak dari kemajuan yang dialami Moscow. “Rusia mungkin sedang membangun kembali gereja tapi Muslim juga tak berhenti membangun masjid,” kata dia.
Gorsky mengaku tak keberatan Moscow dipenuhi orang-orang yang tidak berasal dari etnis Slavia. Namun, ia keberatan kalau Moscow di penuhi muslim. “Kami harus hentikan mereka,” ketusnya.
Harus diakui tidak semua masyarakat Rusia menerima Muslim. Tak heran, serangan kekerasan bernada rasis marak terjadi. Kelompok hak asasi Rusia, Sova centren, mencatat pada tahun 2011 silam terjadi serangan rasis yang memakan korban tewas tujuh orang dan 28 luka-luka. Angka itu memang menurun ketimbang tahun 2008 di mana korban tewas mencapai 57 jiwa dan 196 luka-luka.
Meningkatnya populasi Muslim di Moscow juga diimbangi dengan kenaikan toko dan kafe halal di seluruh kota. Mulai dari restoran mahal hingga termurah. Dampak dari kenaikan jumlah kafe dan toko halal, makanan khas tradisional Asia Tengah laris manis. Sebut saja roti Samsa. Samsa pun mendadak jadi makanan populer di Moscow.
[Sumber: www.republika.co.id]

Tantangan Menjadi Muslim Korea



SEOUL
 – Seperti sejumlah saudaranya dibelahan dunia lain, muslim Korea terus berjuang menghadapi tantangan yang disebabkan stereotip negatif media. “Ada wajah Islam sesungguhnya yang tidak tampak dalam media,” ungkap Shariq Saeed, imigran Pakistan yang menetap di Korea Selatan selama sembilan tahun seperti dikutip onislam.net, Jumat (13/4).
Meski hidup dalam damai selama bertahun tahun di Korea, komunitas muslim mengaku mengeluhkan stereotip yang mereka hadapi. Kondisi itu jelas memberikan pengaruh psikologis terhadap mereka saat bersosialisasi.
“Mereka mengambarkan kami, sebagai orang miskin yang berkelahi satu sama lain. Tapi itu bukan fakta sebenarnya,” kata Saeed.
Sebagai contoh saja, ketika dirinya memberitahu identitasnya sebagai muslim, mereka melihat dirinya sedikit aneh. Ini yang membuat sebagian besar muslim Korea menjadi rendah diri, katanya menambahkan.
Tantangan lain, sulit untuk mencari masjid di Seoul. Belum lagi masalah makanan halal yang juga sama sulitnya dicari.
“Saudaraku di Malaysia punya banyak masjid. Di sini hanya ada satu masjid. Kadang, kami terpaksa shalat di luar masjid karena tidak mampu lagi menampung,” imbuhnya.
Jeon Seung-joon, seorang Muslim Korea yang bersyahadat di Irlandia, menilai masalah sulitnya mencari makanan halal merupakan tantangan terberatnya menjadi seorang muslim. Ia menyukai makanan berbahan dasar daging, tapi mencari daging halal di Seoul sama sulitnya mencari masjid.
 “Ya, itulah tantangan yang saya rasakan,” kata Jeon.
Meski beragam tantangan menerpa muslim Korea, mereka memiliki kesempatan besar untuk bergerak maju. Mereka justru dipersatukan oleh tantangan tantangan itu. Persatuan itulah yang nantinya bakal menjadikan masyarakat Korea terbiasa dengan kehadiran muslim.
“Di sini, saya merasa memiliki kewajiban untuk menyiarkan ajaran Islam,” kata Saeed.
Komunitas muslim Korea berasal dari beragam budaya dan etnis mulai dari Timur Tengah, Asia Selatan dan Tenggara, dan Afrika. Menurut Korea Muslim Federation (KMF), yang berdiri sejak 1967, ada sekitar 120.000 sampai 130.000 muslim yang tinggal di Korea Selatan, baik pribumi dan orang asing.
Mayoritas penduduk terdiri dari pekerja migran asal Pakistan dan Bangladesh. Jumlah muslim asli Korea diperkirakan mencapai sekitar 45.000 orang. [Sumber: www.republika.co.id]

Usaha Muslim


Pekerjaan bagi seorang muslim bukan hanya sebatas urusan dunia semata, akan tetapi lebih dari itu, termasuk urusan agama atau akhirat, karena Islam memerintahkan muslim untuk bekerja mencari dunia dan selanjutnya menggunakannya untuk mendapatkan akhirat, sehingga dengan itu dunia seorang muslim adalah hasanah dan akhiratnya juga hasanah.
Ibadah
Bekerja sebagai ibadah, dengannya seorang muslim memperoleh nafkah halal untuk diri dan keluarga, dengan itu tangan seorang muslim tidak berada di bawah, dan itu merupakan ibadah, setelah nafkah terpenuhi, seorang muslim beribadah kepada Tuhannya dengan tenang dan bila ada kelebihannya maka ia untuk ibadah dalam bentuk zakat, sedekah dan lainnya, dengan itu tangan seorang muslim berada di atas, karena itu setiap pekerja muslim patut meniatkan pekerjaannya sebagai ibadah,
Bersyukur
Karena Allah telah memudahkan pekerjaan, memudahkan saat mendapatkannya dan memudahkan saat menjalankannya dengan memberi kekuatan dan kesehatan, padahal yang menginginkan pekerjaan dan yang bisa menjalankan pekerjaan bukan Anda saja. Memang di sana ada usaha dan upaya Anda, tetapi apalah artinya ia bila tanpa pertolongan dan bimbingan dari Allah?
Berterima Kasih
Kepada pihak yang menyerahkan pekerjaan bagi Anda dan mempercayai Anda untuk menjalankannya, karena hidup adalah dengan sebab dan akibat, memang rizki Anda dari Allah, tetapi Allah tidak memberikannya langsung ke tangan Anda bukan? Benar, Allah memberikannya kepada Anda melalui sebab, karena itu berterima kasihlah kepada sebab tersebut, orang mulia membalas kebaikan dengan kebaikan yang salah satu darinya adalah berterima kasih. “Barangsiapa tidak berterima kasih kepada manusia, dia tidak bersyukur kepada Allah.” Hadits Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dalam Shahih Sunan Abu Dawud, no.4026 dari Abu Hurairah.
Itqan
Menjalankan, menunaikan dan menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk meraih hasil maksimal, profesional, kata sebagian orang, dan untuk bisa demikian, seorang pekerja muslim patut menguasai lahannya dengan baik dan berupaya meningkatkan kemampuannya.
Menaati
Pemilik pekerjaan atau pimpinan atau atasan yang dipercaya oleh pemilik pekerjaan. Menaati pemimpin adalah perintah Allah dan RasulNya, termasuk pemimpin dalam lingkup pekerjaan, dengan itu urusan dan masalah diatur dan diselaraskan, tanpanya urusan dan masalah menjadi simpang-siur. Menaati pimpinan selama tidak memerintahkan kepada dosa. Kekeliruan atau kesalahan pimpinan bukan alasan untuk menyelisihinya di bidang di mana dia tidak melakukan kesalahan padanya. Sudah banyak keburukan dan kemudharatan yang lahir dari ketidaktaatan.
Kejujuran
Kejujuran membawa kebaikan kebaikan dan kebaikan membawa ke surga. Kebohongan menyeret kepada dosa dan dosa menyeret ke neraka. Pekerja muslim melaksanakan pekerjaannya dengan penuh kejujuran, karena dia memandang pekerjaan dan kejujuran adalah bagian dari agamanya, menjunjung keduanya berarti menjunjung agama. Dari sisi dampak pekerjaan, pekerja jujur dipercaya oleh pemilik pekerjaan atau rekanan, mengundang orang-orang untuk bekerja sama dengannya karena kata-katanya bisa dipegang.
Menepati
Janji yang sudah disepakati, “Hai orang-orang beriman, penuhilah akad-akad.” (Al-Maidah: 1). Perjanjian termasuk akad di mana orang beriman diperintahkan untuk memenuhinya. Karena konsekuensi dari penjanjian adalah kewajiban memenuhi, dan memenuhinya termasuk sifat orang-orang beriman dan menyelisihinya termasuk sifat orang-orang munafik, maka hendaknya menimbang dengan cermat sebelum mengiyakan sebuah janji, bila ya maka ucapkan insya Allah, dan jangan menggunakan insya Allah tameng untuk berkelit mengingkari perjanjian, karena insya Allah bukan untuk itu. Termasuk memenuhi perjanjian adalah memenuhi syarat-syarat pekerjaan dan kriteria-kriterianya yang sudah diteken.
Qana’ah
Qana’ah adalah sikap lapang dada terhadap pembagian rizki Allah, nrimo, legowo kata orang jawa, setelah berusaha maksimal, berpijak kepada kesadaran bahwa rizki adalah murni milikNya, di tanganNya dan Dia membaginya sesuai dengan kehendak dan hikmahNya, keyakinan bahwa di balik semua itu adalah kebaikan. Tetapi patut disadari bahwa qana’ah bukan kemalasan apalagi berpangku tangan, karena qana’ah adalah menerima hasil ba’da ikhtiar, sedangkan kemalasan adalah keengganan untuk berikhtiar. Wallahu a’lamIzzudin.

Salah atau Lupa Membaca Ayat Ketika Shalat


Pertanyaan:
Ketika saya membaca Al-Qur’an dalam shalat, terkadang saya salah atau lupa dikarenakan tidak fokus, kemudian saya membaca ‘Astaghfirullah’ tiga kali dan saya memulai mambaca surat atau ayat lagi. Apakah hal ini benar ? Atau saya harus memulai surat baru?
Jawaban:
Alhamdulillah,
Barangsiapa yang lupa membaca sesuatu atau salah membaca dalam shalat, kalau surat Al-Fatihah, maka harus dibenarkan bacaannya. Karena tidak sah shalat bagi orang yang belum membacanya. Barangsiapa yang lupa sedikit darinya atau salah yang sampai merubah artinya, maka shalatnya tidak sah kecuali setelah dibenarkan.
Kalau salahnya selain dari surat Al-Fatihah, maka shalatnya sah. Karena bacaan setelah Fatihah adalah sunnah bukan wajib.
Ulama’ Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ mengatakan: “Barangsiapa yang lupa surat setelah Al-Fatihah, tidak ada apa-apa baginya. Baik dia sebagai imam atau shalat sendirian. Baik shalatnya wajib atau sunnah. Hal itu menurut pendapat terkuat dari dua pendapat para ulama’.’ Selesai ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 7/146.
Barangsiapa yang salah dalam membaca surat atau lupa sedikit dari bacaannya, tidak diajarkan baginya membaca istighfar. Akan tetapi berusaha untuk membetulkan kesalahan dan mengingat yang lupa. Kalau tidak mampu, diperbolehkan melewati ayat dan meneruskan ayat setelahnya atau meniggalkan surat ini dan memulai membaca surat yang lain. Atau rukuk, kalau dia melakukan salah satu dari tadi, maka tidak mengapa.
Ulama’ Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ berkata: “Kalau terjadi kerancuan orang yang shalat dalam bacaan ayat dan tidak teringat, maka tidak mengapa membaca ayat setelahnya. Akan tetapi dianjurkan baginya untuk tidak membaca dalam shalat kecuali apa yang telah dihafal dengan bagus agar tidak seringkali rancu.” Selesai. ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 5/337.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah ditanya: “Kalau imam membaca dalam shalat apa yang mudah dari ayat Al-Qur’an, kemudian dia lupa menyempurnakan ayat, dan tidak ada seorangpun dari orang shalat yang membetulkannya, apakah langsung takbir dan menyelesaikan rakaatnya atau membaca surat lainnya?
Beliau menjawab: “Dia dapat memilih, kalau mau takbir dan menyelesaikan bacaan. Kalau mau membaca ayat atau beberapa ayat di surat lain. Sesuai dengan kandungan sunnah dalam bacaan waktu shalat yang dibaca di dalamnya jikalau hal itu selain surat Al-Fatihah. Kalau Al-Fatihah, maka harus dibaca semuanya, karena bacaan Al-Fatihah rukun diantara rukun-rukun shalat.” Selesai. ‘Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 12/129.
Syaikh Ibnu al-Utsaimin rahimahullah ditanya: “Kalau saya shalat sendirian, dan salah dalam bacaan ayat. Sementara saya tidak dapat menyempurnakan dan rancu bagiku dengan ayat lain, maka apa yang selayaknya saya lakukan sementara saya dalam shalat?
Beliau menjawab: “Anda dapat melakukan salah satu dari dua perkara, anda dapat melewati ke ayat setelahnya atau anda rukuk. Karena masalah dalam hal ini luas.” Selesai. ‘Fatawa Nurun Ala Ad-Darbi, karangan Syaikh Ibnu al-Utsaimin, 24/141.
Wallahu’alam.
[Sumber: Soal Jawab Tentang Islam di www.islamqa.com]

Kerjasama Usaha



Hidup memerlukan kerjasama, karena keterbatasan diri, di samping tidak semua kemaslahatan hidup bisa diwujudkan dengan kesendirian, sebaliknya ia memerlukan kerjasama, karena itu pintu kerjasama termasuk dalam usaha dan pekerjaan terbuka dalam syariat Islam, selama kedua belah pihak sama-sama diuntungkan dan caranya tidak tersandung pagar syariat.
Muzara’ah
Kerjasama antara pemilik sawah atau kebun dengan pihak yang menanaminya dan merawatnya dengan syarat-syarat dan aturan main yang disepakati kedua belah pihak. Prinsipnya kedua belah berbagai hasil awah atau kebun, karena tidak semua pemilik sawah bisa mengelolanya sendiri dan tidak semua orang punya sawah untuk dikelola sendiri.
Musaqah
Kerjasama antara pemilik kebun dengan perawatnya. Prinsipnya sama dengan muzara’ah, kalau ada sisi perbedaan maka dalam musaqah tanah sudah berpohon dan biasanya pohonnya dipanen beberapa kali, dalam muzara’ah, lahannya masih kosong lalu ditanami pohon yang sekali panen. Muzara’ah dari kata zar’u yang berarti menanam, sedangkan musaqah dari saqyu yang menyiram.
Dalil dari kedua akad ini adalah kerjasama antara orang-orang Anshar sebagai pemilik kebun dengan orang-orang Muhajirin sebagai pekerja dan hasil kebun dibagi di antara kedua belah pihak, hal ini diketahui oleh Nabi.
Saat beliau menaklukkan Khaibar, beliau menyerahkan kebun-kebunnya kepada penduduknya, orang-orang Yahudi, untuk mereka kelola dengan hasil panen dibagi di antara kedua belah pihak.
Muzara’ah atau musaqah yang tidak dibolehkan
Yaitu akad yang hasilnya sudah ditetapkan sebelumnya, misalnya hasil pohon A milik tuan tanah, hasil pohon B milik pekerja, hasil petak A milik tuan tanah dan hasil petak B milik pekerja atau yang seperti ini, tidak boleh karena pembagian keuntungannya tidak seimbang, tidak adil, resiko salah satu pihak untuk rugi tanpa untung memungkinkan dan sebaliknya, untung tanpa rugi, sementara dalam muzara’ah dan musaqah, prinsipnya adalah untung bersama atau rugi bersama.
Termasuk dalam hal ini adalah kerja sama merawat ternak, kolam ikan, kendaraan, perahu berikut peralatannya untuk melaut dan lainnya dengan pembagian adil di antara kedua pihak. Wallahu a’lamIzzudin.

Hawa Nafsu

Hawa nafsu adalah dorongan hewaniah pada manusia yang mendorong kepada kesenangan yang menuntut penuntasan, bila ia dituntaskan maka lahir kepuasan dan kenikmatan, karena kepuasan dan kenikmatan itulah maka hawa nafsu cenderung diperturutkan tanpa kendali dan kekang, norma dan etika, padahal secara umum hawa nafsu hanya sebatas kesenangan sesaat dan kesulitan berkepanjangan, kenikmatan di depan dan kesengsaraan di belakang, sayangnya orang lebih mudah melihat yang dekat daripada yang jauh sekalipun melihat yang jauh bukan sesuatu yang tak bisa.
Bila kamu tidak mendurhakai hawa nafsu maka ia membawamu
Kepada sebagian perkara yang karenanya kamu akan dicela.
Mereka berkata, Hisyam bin Abdul Malik tidak mengucapkan satu baik syair kecuali bait di atas. Ibnu Abdul Bar berkata, “Seandainya dia berkata, ‘Kepada semua perkara…’ niscaya lebih mendalam.”
Wahab bin Munabbih berkata, “Akal dan hawa nafsu bergelut dalam diri manusia, siapa yang memang, ia menguasai orangnya.”
Ibnu Duraid berkata,
Penyakit akal adalah hawa nafsu, barangsiapa akalnya
Mengalahkan hawa nafsunya maka dia selamat.
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Orang paling pemberani adalah orang yang paling berani menolak ajakan hawa nafsunya.”
Sebagian orang bijak berkata, “Orang berakal dan berpengalaman tetap memerlukan musyawarah agar akalnya bersih dari hawa nafsu.” Sebagian dari mereka berkata, “Jangan turuti wanita dan hawa nafsumu, sesudah itu lakukan sesukamu.” Mereka berkata, “Allah tidak menyebutkan hawa nafsu dalam al-Qur`an kecuali dalam konteks mencelanya.”
Zubair bin Abdul Mutthalib berkata,
Aku menjauhi perkara-perkara buruk di mana pun
Aku meninggalkan apa yang aku sukai karena apa yang aku takuti.
Sebagian orang bijak berkata, “Hawa nafsu adalah musuh akal, bila kamu menghadapi dua piliha, tak ada orang yang diajak musyawarah maka jauhilah yang lebih dekat kepada hawa nafsumu.”
Di antara yang dinisbatkan kepada asy-Syafi’i atau Sahal al-Warraq,
Bila akalmu bingung di antara dua perkara
Kamu tak tahu mana yang salah dan yang benar
Tinggalkanlah apa yang kamu sukai karena hawa nafsu
Menyeret jiwa kepada perkara yang dicela.
Umar bertanya kepada Mu’awiyah, “Siapa manusia yang paling sabar?” Dia menjawab, “Orang yang akalnya menjadi rem bagi hawa nafsunya.”
Manshur an-Namari berkata,
Bila seseorang, hawa nafsu membinasakan akalnya
Dia benar-benar telanjang dari baju keberuntungan.
Hawa nafsu membutakan, Abdullah bin Mu’awiyah bin Abdullah bin Ja’far berkata,
Mata kerelaan itu buta dari segala aib
Sebagaimana mata kebencian memperlihatkan keburukan.
Mereka berkata, “Cintamu kepada sesuatu membutakan dan menulikan.” Dan hawa nafsumu adalah lubang kuburmu. Wallahu a’lam.
Bahjatul Majalis, Hafizh Abu Umar Ibnu Abdul Bar.

Iman


Sebuah bangunan atau sebuah pohon tegak dengan kokoh karena ia ditopang dengan pondasi atau akar yang kuat dan mantap. Pondasi bagi bangunan atau akar bagi pohon inilah iman dalam agama. Agama tanpa dasar iman tidak akan tegak dan kebaikan tanpa landasan iman akan sia-sia.
Dari sini maka ahli ilmu menyatakan bahwa salah satu syarat sah sebuah amal kebaikan adalah hendaknya pelakunya beriman. Firman Allah,artinya, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Al-Furqan: 23).
Allah berfirman,artinya, “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang, mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan di dunia, yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (Ibrahim: 18).
Imam Muslim menulis sebuah bab di Shahihnya, ‘Bab Man lam Yu’min lam Yanfahu Amalun Shalih’ bab barangsiapa tidak beriman maka amal shalih tidak berguna baginya. Kemudian dia meriwayatkan hadits Aisyah berkata, aku berkata kepada Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, “Ibnu Jud’an semasa jahiliyah bersilaturrahim dan memberi makan orang miskin, apakah ia berguna baginya?” Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Tidak berguna baginya karena dia tidak pernah berkata di suatu hari, ‘Ya Rabbi ampunilah kesalahanku pada Hari Pembalasan.” Maksudnya dia tidak beriman.
Jika memang kedudukan iman adalah demikian maka tidak sekedar layak, akan tetapi harus, bagi seorang muslim untuk mengetahui ilmu iman karena amal-amal kebaikannya bertumpu kepadanya.
Makna Iman
Iman dari sudut bahasa berarti iqrar, pengakuan dan tidak ada iqrar tanpa tashdiq pembenaran. Iman secara syara’ adalah ucapan dan perbuatan. Yang pertama adalah ucapan hati dan lisan. Yang kedua adalah perbuatan hati dan anggota badan.
Penjelasan
Yang dimaksud dengan ucapan hati adalah pengakuan dan pembenarannya.
Yang dimaksud dengan ucapan lisan adalah ucapan syahadatain.
Yang dimaksud dengan perbuatan hati adalah keinginannya seperti keikhlasan, tawakal, menyintai dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan perbuatan anggota badan adalah jelas.
Perbuatan Amal Termasuk Iman?
Ya, termasuk iman dan inilah pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah dan ia adalah pendapat yang benar karena ditopang oleh banyak dalil dari al-Qur`an dan hadits.
Firman Allah,artinya, “Dan Allah tidak menyia-nyiakan imanmu.” (Al-Baqarah: 143). Iman dalam ayat ini adalah shalat ke Baitul Maqdis menurut para ulama ahli tafsir, shalat adalah amal perbuatan dan Allah menyebutnya dengan iman, berarti amal perbuatan adalah iman.
Sabda Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam,
الإيْمَانُ بضْعٌ وَسَبْعُونَ أوْ بضْعٌ وَستونَ شُعْبَةً ، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاإلهَ إلا الله وَأَدْناهَا إمَاطَةُ الأَذَى عَن الطَريْق وَالحَياءُ شُعْبَةٌ منَ الإيْمَان .
Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan ‘La ilaha illallah’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Hadits ini menetapkan bahwa iman mencakup ucapan lisan, perbuatan anggota badan dan perbuatan hati.
Di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah ada yang berpendapat bahwa amal perbuatan bukan termasuk ke dalam iman, walaupun termasuk konsekuensinya, alasan pendapat ini karena iman adalah mempercayai dan membenarkan, maka perbuatan bukan merupakan bagian darinya.
Pendapat ini jauh dari definisi syar’i bagi iman, karena iman bukan sekedar mempercayai atau membenarkan, akan tetapi lebih dari itu, syariat telah mengalihkan kata iman dari penggunaan bahasa kepada terminologi syariat di mana ia mencakup amal perbuatan, sebagaimana dibuktikan oleh dalil-dalil di atas.
Iman Bertambah
Salaf shalih berpendapat bahwa iman bertambah dan berkurang, secara umum ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiyatan.
Di antara dalil yang menetapkan bertambahnya iman adalah firman Allah,artinya, “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara orang-orang munafik ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan turannya surat ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah iman mereka dan mereka merasa gembira.” (At-Taubah: 124).
Di antara dalil yang menetapkan berkurangnya iman adalah sabda Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam di ash-Shahihain tentang nasihat beliau kepada para wanita, “Aku tidak melihat wanita-wanita yang kurang akal dan agamanya yang bisa mengacaukan akal seorang laki-laki yang teguh daripada salah seorang dari kalian.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Hadits ini menetapkan kekurangan agama bagi wanita yang berarti kekurangan iman.
Sebab-sebab Bertambahnya Iman
1- Ma’rifatullah dengan nama-nama dan sifat-sifatNya. Jika pengetahuan seorang muslim tentang Allah bertambah maka bertambah pula imannya.
2- Mengkaji ayat-ayat Allah, baik kauniah maupun dan syar’iah. Firman Allah,artinya, “Katakanlah, ‘Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Yunus: 101).
Semakin dalam seseorang mengkaji alam semesta ciptaan Allah maka dia semakin tahu dan akan bertambah imannya. Begitu pula jika dia mengkaji ayat-ayat Allah syariyah, niscaya dia akan menemukan tuntunan-tuntunan dan ajaran-ajaran yang tidak bertentangan dengan akal, justru mengagumkan akal, maka imannya akan bertambah.
3- Meningkatnya ketaatan dan kebaikan, karena ketaatan termasuk iman maka jika ia bertambah, bertambah pula iman.
4- Menjauhi dosa-dosa karena Allah, karena dosa mengurangi iman, jika tidak dijauhi maka iman tidak bertambah. Wallahu a’lam.

Kiamat Kecil

Terbunuhnya Khalifah Rasyid Usman, Dzun Nurain
Fitnah pertama dan termasuk paling besar dalam sejarah Islam yaitu fitnah yang telah diberitakan oleh Rasulullah, yaitu terbunuhnya Khalifah Rasyid yang ketiga Usman bin Affan di tangan sekelompok penyeru kejahatan.
Fitnah ini diikuti dengan perpecahan kaum muslimin dan peperangan yang terjadi di antara mereka yang berakibat tertumpahnya darah yang tidak berdosa dari kedua belah pihak yang bertikai. Nabi telah memberitahukan bahwa terjadinya fitnah ini adalah salah satu tanda dekatnya Kiamat.
Dalam hadits Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Tidak datang hari Kiamat sehingga dua golongan besar dari kaum muslimin saling berperang, korbannya besar dari kedua belah pihak. Seruan keduanya adalah satu.” diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Sahabat yang mulia Umar bin al-Khatthab telah menyebutkan bahwa fitnah ini datang bertubi-tubi seperti ombak lautan. Sebagaimana dalam hadits Hudzaefah bin Yaman berkata, Kami berada di sisi Umar bin al-Khatthab. Umar berkata, “Siapa di antara kalian mengetahui hadits Nabi tentang fitnah?” Hudzaefah menjawab, “Saya menghafalnya seperti yang telah beliau sabdakan.” Umar berkata, “Katakanlah, sesungguhnya kamu adalah orang pemberani. Apa yang Nabi sabdakan?” Hudzaefah berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Fitnah seseorang pada keluarganya, hartanya, dirinya, anaknya, dan tetangganya, dihapus oleh puasa, shalat, sedekah, amar ma’ruf dan nahi mungkar.’ Umar berkata, “Bukan itu yang aku inginkan. Yang aku inginkan adalah fitnah yang silih berganti seperti ombak lautan.” Hudzaefah berkata, “Apa urusanmu dengannya wahai Amirul Mukminin? Sesungguhnya antara dirimu dengannya terdapat pintu yang tertutup.” Umar berkata, “Lalu pintu itu dipecahkan atau dibuka?” Hudzaefah menjawab, “Dipecahkan.” Umar berkata, “Hal itu lebih pantas untuk tidak ditutup selama-lamanya.” Maka kami [perawi dari Hudzaefah] bertanya kepada Hudzaefah, “Apakah Umar mengetahui siapa pintu itu?” Hudzaefah menjawab, “Ya, seperti dia mengetahui setelah malam ada siang, saya menyampaikan hadits kepadanya bukan kebohongan.” Perawi dari Hudzaefah berkata, “Kami merasa segan untuk bertanya kepada Hudzaefah siapakah pintu itu? Lalu kami berkata kepada Masruq, ‘Tanyakanlah kepadanya.’ Lalu Masruq bertanya, dan Hudzaefah menjawab, ‘Umar’.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Dalam riwayat Muslim, Hudzaefah berkata kepada Umar, “Sesungguhnya antara dirimu dengannya terdapat pintu yang tertutup yang hampir-hampir dipecahkan.” Umar berkata, “Dipecahkan, tidak ada bapak bagimu, mengapa tidak dibuka? Mungkin bisa diatasi.” Hudzaefah berkata, “Tidak, dipecahkan.” Hudzaefah berkata, “Aku juga telah menyampaikan kepada Umar bahwa pintu itu adalah seseorang yang dibunuh atau mati.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Dalam hadits yang shahih dari Abu Musa al-Asy’ari berkata, “Nabi keluar ke salah satu kebun Madinah. Abu Musa lalu menyebutkan hadits yang panjang sampai pada, ‘Lalu datanglah Usman, saya berkata kepadanya, ‘Tetaplah di tempatmu sehingga saya meminta izin kepada Rasulullah untukmu.’ Nabi berkata kepada Abu Musa, ‘Izinkan dia, sampaikan berita gembira kepadanya bahwa dia masuk surga disertai ujian yang menimpanya.” diriwayatkan oleh al-Bukhari.
Karena itulah Usman menerima dengan penuh kesabaran ketika apa yang dijanjikan oleh Rasulullah telah tiba. Usman meminta para sahabat untuk tidak memerangi orang-orang yang mengacau supaya tidak terjadi pertumpahan darah karena dirinya.
Benarlah kenabian Muhammad. Usman RA terbunuh di tangan sekelompok pembangkang yang mempunyai ambisi politik, agama dan dunia yang dipimpin oleh pimpinan orang-orang Mesir al-Ghafiqi bin Harb al-Akki. Mereka mengepung rumah Usman dalam kurun waktu yang cukup lama. Kemudian mereka melompati pagar, membakar pintu. Semua itu terjadi sementara Usman Khalifah yang terfitnah bersumpah kepada Allah agar putra-putra sahabat membuang pedang mereka dan tidak membelanya. Para pembangkang menyerang lalu al-Ghafiqi menusuk Usman yang sedang membaca al-Qur’anul Karim. Kematian Usman terjadi pada 18 Dzul Hijjah 35 H.
Setelah Dzun Nurain Usman terbunuh, kaum muslimin memilih Ali bin Abu Thalib sebagai pemimpin mereka. Ali tidak berkenan, dia ingin menjadi pembantu saja bukan pemimpin, hanya saja para sahabat mendesaknya agar bisa memulihkan kondisi yang kacau balau. Akhirnya Ali menerima, memikul tanggung jawab dalam hempasan fitnah yang besar ini, jika tidak bisa-bisa Madinah dikuasai oleh orang-orang yang membangkang.
Perkaranya semakin ruwet, hal ini membuat sebagian sahabat menyingkir, dan sebagian yang lain tidak membaiat Ali. Syam pada waktu itu dipegang oleh Muawiyah bin Abu Sufyan tidak membaiat sampai kondisi kembali normal.
Pendapat dan ijtihad kaum muslimin berbeda-beda tentang menuntut balas darah Usman dan menegakkan hukuman qishash kepada para pembangkang yang membunuhnya. Perselisihannya semakin kuat, lalu terjadilah apa yang sama sekali tidak diduga sebelumnya. Perang meletus antara dua saudara yang berselisih yang mengorbankan banyak nyawa seperti yang telah diberitakan oleh Rasulullah. Inilah awal mula fitnah dan salah satu tanda dekatnya Kiamat. Kita berlindung kepada Allah dari fitnah yang nampak dan yang tidak nampak. Wallahu a’lam

Kiamat Shuhgra, Khawarij

Di antara fitnah pertama dan berdampak besar terhadap perselisihan dan perpecahan kaum muslimin adalah munculnya kelompok Khawarij. Mereka adalah orang-orang yang membelot dari jama’ah Ali bin Abu Thalib setelah masalah tahkim antara dirinya dengan Muawiyah di akhir perang Shiffin.
Mereka berkumpul di Harura sebuah desa dekat Kufah. Di antara pemikiran sesat mereka adalah pernyataan bahwa Usman bin Affan telah menyeleweng di akhir pemerintahannya, maka ia harus dibunuh atau dicopot. Di antara pemikiran sesat mereka adalah mengkafirkan pelaku dosa besar selama dia tidak bertaubat. Mereka menghalalkan darah kaum muslimin yang menyelisihi mereka.
Mereka telah melakukan kerusakan besar dan menimpakan ujian berat bagi Islam. Walaupun demikian mereka mengklaim diri mereka berilmu dan bersungguh-sungguh dalam beribadah, orang pertama mereka adalah Dzul Khuwaishirah dan yang terakhir adalah Dzu Tsadyah. Mereka inilah yang dijelaskan oleh Nabi saw dalam sabdanya, “Akan muncul suatu kaum di akhir zaman, mereka masih muda (belum matang) akal mereka tidak stabil, mereka mengatakan dari ucapan manusia terbaik, mereka membaca al-Qur’an, iman mereka hanya sebatas kerongkongan, mereka menembus agama seperti anak panah menembus sasarannya. Maka di manapun kalian temui mereka maka bunuhlah karena membunuh mereka berpahala bagi yang melakukannya di sisi Allah pada hari Kiamat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Ahmad.
Dari Abu Said Al-Khudri berkata, “Ketika kami bersama Rasulullah, sementara beliau sedang membagi-bagikan sesuatu, datanglah Dzul Khuwaishirah –seorang laki-laki dari suku Tamim–. Dia berkata, ‘Ya Rasululah, berbuat adillah.’ Rasulullah bersabda, ‘Celaka kamu, siapa yang akan berbuat adil jika aku tidak berbuat adil?’ Umar bin Khattab berkata, ‘Izinkan aku untuk memenggal lehernya.’ Rasulullah menjawab, ‘Biarkan saja dia, karena dia mempunyai teman-teman, di mana kamu merasa shalatmu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan shalat mereka, begitu pula puasamu dengan puasa mereka.
Dalam riwayat lain, “Mereka membaca al-Qur’an tetapi hanya sebatas kerongkongan mereka saja. Mereka menembus agama seperti anak panah menembus sasarannya. Tanda-tanda mereka adalah seorang laki-laki yang salah satu bahunya seperti sepotong daging yang bergoyang-goyang di tempat.
Dalam riwayat lain, “Tandanya adalah bahwa di kalangan mereka terdapat seorang laki-laki yang mempunyai bahu tidak berlengan, di atas lengannya terdapat tahi lalat seperti puting susu yang ditumbuhi rambut-rambut putih.”
Abu Said berkata, “Saya bersaksi bahwa saya mendengar ini dari Rasulullah dan saya bersaksi bahwa Ali bin Abu Thalib memerangi mereka dan saya bersamanya. Maka Ali memerintahkan agar orang tersebut dicari, setelah ditemukan dia dibawa ke hadapannya, pada dirinya terdapat tanda yang telah dijelaskan oleh Rasulullah.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Bukti kuat atas rusaknya Khawarij dan jauhnya mereka dari Islam adalah perintah Nabi untuk memerangi mereka, janji pahala bagi siapa pun yang melakukannya, lalu para sahabat pun memerangi mereka.
Imam Bukhari dalam Shahihnya berkata tentang mereka, “Ibnu Umar menganggap mereka sebagai makhluk terburuk, dia berkata, ‘Mereka mengambil ayat-ayat yang turun kepada orang kafir dan menerapkannya kepada orang-orang yang beriman.”
Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Mereka adalah musibah besar. Mereka memperluas akidah rusak mereka. Mereka membatalkan rajam bagi pezina muhsan, memotong tangan pencuri sampai pundak, mewajibkan shalat atas wanita haid, dan mengkafirkan orang yang tidak beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.” Fathul Bari 12/285.
Di antara kesesatan mereka adalah mereka membunuh kaum muslimin yang melewati daerah mereka, pada saat yang sama mereka membiarkan orang-orang musyrik dan orang-orang kafir. Suatu hari seorang sahabat yang mulia Abdullah bin Khabbab bin Arat melewati mereka bersama istrinya. Mereka membunuh keduanya dan membelah perut istrinya yang sedang hamil.
Ketika Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib mengetahui hal itu, dia bertanya kepada mereka, “Siapa yang membunuh keduanya?” Mereka menjawab, “Kami semua membunuhnya.” Maka Ali bersiap-siap untuk memerangi mereka, dan kedua pasukan bertemu di Nahrawan yang terkenal. Ali menimpakan kepada mereka kekalahan terburuk.
Ada enam sekte atau kelompok besar di Khawarij yaitu Azariqah, Najadat, Shafariyah, Ajaridah, Ibadhiyah, Tsa’alibah. Selain mereka hanyalah cabang dari mereka.
Dan sangat disayangkan sekali pada zaman ini ada yang berusaha membangkitkan kembali pemikiran-pemikiran Khawarij dari alam kuburnya, ingin mengulang bencana mereka khususnya dalam masalah tafkir. Orang-orang tersebut telah tertipu oleh pemikiran Khawarij dan mengaguminya, akibatnya mereka mengkafirkan kaum muslimin, mengkafirkan pemerintah negeri kaum muslimin, meyakini kehalalan darah dan harta mereka. Akibatnya kerusakan dan pertumpahan darah terjadi, orang-orang yang tidak tahu-menahu pun kena akibatnya. Semoga Allah membimbing.
Hendaknya kita semuanya bertakwa kepada Allah. Ingatlah selalu sabda Nabi, “Barangsiapa yang berkata kepada saudara, ‘Hai kafir’, maka salah seorang dari keduanya pasti menanggung gelar itu.
Dalam riwayat lain, “Jika seseorang mengkafirkan saudaranya maka salah seorang dari keduanya pasti memperolehnya.
Dalam riwayat lain, “Siapa pun orang yang berkata kepada saudaranya, ‘kafir’, maka salah seorang dari keduanya pasti memperolehnya. Jika saudaranya seperti yang dia katakan, jika tidak maka ucapan itu kembali kepada dirinya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Wallahu a’lam.

Munculnya Nabi-Nabi Palsu

Di antara tanda-tanda dan alamat-alamat Kiamat adalah munculnya para dajjal pendusta yang mengaku sebagai nabi. Mereka memicu fitnah dengan kebatilan mereka. Nabi saw telah memberitahukan bahwa jumlah mereka mendekati 30 Dajjal, pembual. Dalam sebagian hadits beliau menentukan jumlah 27 pendusta. Angka yang mendekati 30.
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Kiamat tidak datang sehingga ada dua kelompok besar yang saling memerangi. Korban dari kedua belah pihak berjumlah besar, seruan mereka satu. Dan Kiamat tidak datang sehingga muncul para dajjal pendusta, mendekati 30 semuanya mengaku bahwa dirinya adalah nabi… “ Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Maksud dari jumlah di atas, 27 atau 30, bukan setiap orang yang asal mengaku sebagai nabi. Kalau yang begini jumlahnya sangat banyak karena hal itu biasanya muncul karena kegilaan yang ada pada kebanyakan dari mereka. Akan tetapi maksudnya adalah para pengaku nabi yang mempunyai kekuatan dan syubhat.
Dari Hudzaefah bin Yaman dari Nabi saw bersabda, “Terdapat dalam diri umatku 27 dajjal pendusta. Di antara mereka ada 4 orang wanita dan sesungguhnya aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku.”Diriwayatkan oleh Ahmad dan disebutkan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah 1999.
Sebagian dari para pendusta mengaku sebagai nabi itu telah muncul di zaman sahabat. Dia adalah Musailamah al-Kadzdzab. Pengikutnya berjumlah besar. Kerusakan yang ditimbulkan besar, sampai akhirnya Allah membantu para sahabat untuk memadamkannya pada masa Khalifah Rasyid Abu Bakar ash-Shiddiq di perang Yamamah.
Ada pula al-Aswad al-Ansi yang muncul di Yaman dan mengaku sebagai nabi. Dia dibabat oleh para sahabat. Ada Thulaihah bin Khuwailid yang kemudian bertaubat dan kembali ke pangkuan Islam. Ada seorang wanita, seorang dukun bernama Sajah yang dinikahi oleh Musailamah al-Kadzdzab, tetapi dia bertaubat sesudahnya. Fathul Bari 13/87.
Pada masa tabiin muncul Mukhtar ats-Tsaqafi yang mengaku sebagai nabi. Dan dalam satu abad terakhir ini muncul Mirza Abbas di Iran yang mengaku sebagai nabi pada tahun 1233 H dan mati di Palestina tahun 1309 H. Di Sudan muncul Mahmud Muhammad Thaha yang telah menyesatkan banyak orang kemudian dihabisi pada tahun 1985 M.
Tidak mustahil akan muncul dajjal-dajjal baru sampai tiba saat di mana Dajjal besar yang bermata satu muncul. Semoga Allah melindungi kita dari fitnahnya.
Imam Ahmad dalam Musnad-nya meriwayatkan dari Samurah bin Jundab bahwa Rasulullah bersabda dalam khutbah shalat gerhana matahari pada zamannya, “Sesungguhnya, demi Allah, tidak akan datang hari Kiamat sehingga muncul 30 pendusta, yang terakhir adalah si mata satu pendusta besar.” Musnad Ahmad 5/16.
Dan di zaman ini ada Mirza Ghulam Ahmad di Qadian yang mengaku sebagai Nabi dan diikuti oleh banyak orang di dunia yang akhirnya di kenal dengan Ahmadiyah yang dalam kehidupan banyak menyusahkan dan menyesatkan kaum muslimin. Semoga Allah memberikan pertolongan dan bimbingan. Wallahu a’lam.

Api Hijaz

Nabi saw yang benar dan dibenarkan telah memberitahukan bahwa di antara tanda-tanda Kiamat adalah munculnya api dari bumi Hejaz yang menyinari leher onta di Bushro, salah satu kota di Syam yang masuk wilayah Hauran, berjarak tiga marhalah dari Damaskus.
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Kiamat tidak datang sehingga muncul api dari tanah Hejaz yang menyinari leher onta di Bushro.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Tanda besar ini telah muncul. Api keluar dari bumi Hejaz seperti yang diberitakan oleh Rasulullah. Hal itu terjadi pada tahun 654 H sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam bukunya yang berharga al-Bidayah wan Nihayah.
Ibnu Katsir berkata, “Kemudian datang tahun 654 H. pada tahun ini muncul api dari bumi Hejaz yang menyinari leher onta di Bushro seperti yang dikatakan oleh hadits muttafaq alaihi. Peristiwa ini dikisahkan dengan panjang lebar oleh Syaikh Allamah Hafizh Syihabuddin Abu Syamah al-Maqdisi dalam bukunya adz-Dzail dan syarah-nya. Di mana Abu Syamah menjelaskannya berdasarkan surat-surat yang banyak yang mencapai tingkatan Mutawatir yang dikirim dari Hejaz ke Damaskus yang menjelaskan tentang sifat api tersebut yang disaksikan dengan mata kepala, bagaimana ia muncul dan bagaimana keadaannya….”
Ringkasan penjelasan Abu Syamah adalah bahwa dia berkata, “Telah datang ke Damaskus beberapa surat dari Madinah Nabawiyah yang menerangkan tentang keluarnya api di tanah mereka pada hari kelima bulan Jumadil Akhirah di tahun ini (654 H). Surat-surat itu ditulis pada hari kelima Rajab sementara api masih seperti sediakala dan surat-surat itu sampai kepada kami pada hari kesepuluh bulan Sya’ban.”
Abu Syamah melanjutkan, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Pada awal Sya’ban tahun 654 H telah tiba di Damaskus surat-surat dari Madinah Nabawiyah. Di dalamnya terdapat penjelasan tentang peristiwa besar yang terjadi sebagai bukti kebenaran hadits di Shahihain dari Abu Hurairah.”
Lalu Abu Syamah menyebutkan haditsnya. Abu Syamah meneruskan, “Orang yang bisa saya percaya menyampaikan kepadaku bahwa dia telah mendengar bahwa orang-orang di Taima’ bisa menulis surat-surat dengan penerangan api itu.” Dia berkata, “Pada malam-malam itu kami di rumah kami masing-masing. Kami mempunyai lampu di rumah masing-masing tetapi tidak dinyalakan. Api tersebut tidak panas dan tidak membakar walaupun ia sangat besar. Api itu adalah salah satu ayat Allah.”
Abu Syamah berkata, “Inilah gambaran dari surat-surat yang sampai kepadaku, ‘Pada malam Rabu hari ketiga Jumadil Akhirah tahun 654 H di Madinah Nabawiyah terdengar petir yang sangat keras disusul dengan gempa hebat yang mengguncang bumi, memporak-porandakan rumah-rumah: dinding, atap, kayu dan pintu, datang silih berganti sampai pada hari Jum’at hari kelima bulan tersebut. Kemudian muncul api besar di bukit dekat bekas pemukiman Bani Quraidhah. Kami melihatnya dari dalam rumah kami di kota Madinah seolah-olah ada pada kami. Ia adalah api yang besar menyala lebih dari tiga menara. Lembah-lembah dialiri api, sampai di lembah Syazha tempat mengalirnya air. Sebelumnya lembah Syazha mengalir, lalu tidak lagi mengalir. Api itu memotong jalan haji orang Irak, ia terus merambat sampai di bukit, lalu ia berhenti. Padahal kami sudah takut ia akan sampai kepada kami. Ia kembali mengalir di sebelah timur, lalu dari tengah-tengahnya keluar lidah dan gumpalan api yang melahap batu-batu. Inilah salah satu contoh dari apa yang disebutkan oleh Allah dalam kitab-Nya, “Sesungguhnya Neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana, seolah-olah ia adalah iring-iringan onta yang kuning.” (QS. Mursalaat: 32-33).
Api itu melahap bumi, dan saya menulis surat ini pada hari kelima bulan Rajab tahun 654 H. Sementara api itu tidak berkurang malah bertambah. Pada waktu itu jalan yang membentang dari bukit dekat bekas pemukiman Quraizhah sampai ke jalan haji orang Irak dipenuhi oleh api yang menyala-nyala. Kami melihatnya di Madinah pada waktu malam seolah-olah itu adalah api jemaah haji. Adapun biang api yang paling besar adalah gunung api yang berwarna merah. Biang api yang daripadanya api mengalir berasal dari batas pemukiman Quraizhah. Api bertambah besar, orang-orang tidak mengetahui apa yang akan terjadi sesudah itu. Dan semoga Allah menjadikan akhir hidup yang baik. Saya tidak kuasa menerangkan api ini.”
Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan sebagian dari surat Abu Syamah dan dia menyebutkan ucapan Qurthubi dalam at-Tadzkirah, “Api telah keluar di Hejaz di Madinah. Permulaannya adalah gempa yang besar pada malam Rabu setelah isya’ pada hari ketiga bulan Jumadil Akhirah tahun 654 H. Api itu menyala sampai hari Jum’at di waktu dhuha, lalu ia padam. Api muncul di daerah Quraidha di tepi bukit, ia terlihat seperti kota yang besar yang dikelilingi oleh tembok yang di atasnya terdapat pos pengintaian, bangunan yang tinggi dan menara-menara terlihat beberapa orang laki-laki menuntunnya. Api itu tidak melewati gunung kecuali mengguncangnya dan melelehkannya. Dari kumpulan semua itu keluar seperti sungai berwarna ungu yang mengeluarkan bunyi seperti bunyi halilintar menghantam semua batu yang ada di depannya dan berakhir di tempat berkumpulnya jamaah orang-orang Irak. Batu-batu itu terkumpul di situ sehingga terlihat seperti gunung besar. Api terhenti di dekat kota Madinah, walaupun demikian angin dingin sepoi-sepoi bertiup di Madinah. Api ini bergolak seperti bergolaknya laut. Sebagian teman-teman kami berkata kepada kami, “Saya melihat api itu membumbung tinggi ke angkasa dari jarak sekitar 5 hari, dan saya mendengar bahwa api itu terlihat dari Mekkah dan dari gunung Bushro.”
An- awawi di dalam Shahih Muslim, dan dia termasuk yang hidup di masa itu, mengatakan, “Telah keluar api di zaman ini di Madinah tahun 654 H. Api yang sangat besar dari sebelah timur Madinah di belakang bukit. Berita munculnya api ini telah menjadi berita mutawatir di kalangan ulama’ Syam.” Syarah Shahih Muslim 18/28
Barangsiapa meneliti apa yang ditulis oleh para ulama seputar api yang besar ini dan peristiwa-peristiwa yang menyertainya, niscaya dia mengetahui bahwa itu adalah, sebagaimana yang dikenal di zaman ini, aktifitas vulkanik yang dahsyat yang diikuti dengan gempa yang hebat.
Dari tulisan-tulisan para saksi mata kita mengetahui bahwa tanda besar ini meninggalkan bekas yang mendalam di dalam jiwa banyak orang, di mana mereka mengumumkan taubat, ruju’ kepada Allah dan meninggalkan kemaksiatan.
Syaikh Syihabuddin Abu Syamah. “… Seluruh penduduk Madinah bertaubat, tidak terdengar rebab, rebana dan tidak ada minuman…. Malam itu orang-orang melewatinya, sebagian ada yang melewatinya dengan shalat, ada yang membaca al-Qur’an, ada yang ruku’ dan bersujud, ada yang berdoa kepada Allah, ada yang meninggalkan dosa-dosanya, ada yang beristighfar dan ada yang bertaubat….” Wallahu a’lam.